Blog

Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak Menagih Janji Penyelesaian Revisi PP 109/2012 untuk Melindungi Anak

Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak Menagih Janji Penyelesaian Revisi PP 109/2012 untuk Melindungi Anak

SIARAN PERS
UNTUK SEGERA DITERBITKAN

Jakarta, 5 November 2020 – Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak hari ini menagih janji Menteri Kesehatan RI untuk segera menyelesaikan revisi Peraturan Pemerintah No. 109 Tahun 2012 ((PP 109/2012) tentang  Pengamanan Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau bagi Kesehatan untuk melindungi anak. Karena implementasi PP 109/2012 telah gagal melindungi anak dari adiksi rokok dan menurunkan jumlah perokok anak. Terbukti prevalensi perokok anak usia 10-18 tahun terus meningkat dari tahun ke tahun, dari 7,2% pada 2013 menjadi 9,1% pada 2018 (data Riskesdas 2018). 

Hal ini ditegaskan dalam Konferensi Pers secara daring bertajuk “Darurat Perokok Anak: Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak Menagih Janji Penyelesaian Revisi PP 109/2012 untuk Melindungi Anak,” hari ini di Jakarta, (05/11/2020). Tampil sebagai pembicara dalam Konferensi Pers tersebut Seto Mulyadi, Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  (LPAI), Arist Merdeka Sirait, Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak  (Komnas PA), Shoim Sahriyati, juru bicara Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak, dan Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak.

Seto Mulyadi, Ketua LPAI menegaskan Indonesia sudah berada dalam kondisi darurat perokok anak. Selain ditandai dengan prevalensi perokok anak yang terus meningkat dari tahun ke tahun, iklan, promosi, dan sponsor (IPS) rokok juga sangat massif menyasar anak sebagai target.

“Anak-anak sudah menjadi korban dari eksploitasi industri rokok yang terus aktif menyasar anak sebagai basis konsumen jangka panjang, karena dengan semakin dini usia merokok akan makin besar juga keuntungan bagi perusahaan rokok,” kata Seto Mulyadi.

Industri rokok, tambah Seto, menyasar anak melalui strategi iklan rokok yang gencar, menonjolkan tema kreatif, gaul, keren, modern, dan hebat, agar dapat mempengaruhi anak untuk mencoba merokok dan mendorongnya terus merokok. Ia mengutip data survey LPAI tahun 2019 terkait perilaku anak merokok, bahwa sebanyak 73% anak merokok diawali dengan melihat iklan, promosi dan sponsor rokok di sekitar lingkungannya.

“Merujuk teori pembelajaran sosial manusia termasuk anak-anak biasanya belajar melalui pengamatan perilaku dari manusia lain. Itu sebabnya anak-anak yang berada di lingkungan yang dipenuhi perokok akan melihat hal itu lalu menirunya,” tegas Seto.

Arist Merdeka Sirait, Ketua Komnas Perlindungan Anak, menegaskan, pemerintah telah gagal melindungi anak dari adiksi rokok, karena terbukti implementasi PP 109/2012 telah gagal mengendalikan jumlah perokok, khususnya perokok anak.

“Sehingga kunci utama menebus kegagalan adalah dengan melakukan revisi menyeluruh terhadap PP 109/2012 tersebut,” kata Arist.

Urgensi merevisi PP 109/2012, kata Arist, seiring Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020–2024 yang salah satu targetnya adalah menurunkan perokok anak dari 9,1% pada tahun 2018 menjadi 8,7% pada 2024dengan agenda kebijakan peningkatan cukai hasil tembakau, perluasan layanan berhenti merokok, pelarangan total iklan dan promosi rokok, perbesar pencantuman peringatan bergambar bahaya merokok.

Namun Arist menyatakan ia skeptic penyelesaian revisi PP bisa terjadi karena Menteri Kesehatan yang seharusnya menjadi garda terdepan perlindungan kesehatan masyarakat menjadi penghambat penyelesaian PP tersebut.

“Dalam isu Covid 19 kita melihat ada keterlambatan, apalagi dalam isu pengendalian tembakau diperkirakan Menkes semakin tidak hadir. Posisinya yang berseberangan dengan IDI menambah kekhawatiran bahwa produk regulasi yang dihasilkan Menkes akan mengalami krisis legitimasi,” tegas Arist.

Shoim Sahriyati, juru bicara Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak, menegaskan urgensi Revisi PP untuk mempercepat harapan semua kota dan kabupaten di Indonesia menjadi Kota Layak Anak (KLA).

“Selama  3 tahun berturut-turut  yakni tahun 2017, 2018, dan 2019 Surakarta meraih predikat Kota Layak Anak Utama. Sebenarnya Surakarta sudah menargetkan untuk dapat menjadi Kota Layak Anak Paripurna yang bebas dari Iklan Rokok pada tahun 2019. Namun kami masih terkendala memenuhi indikator KLA nomor 17 tentang kesehatan dasar karena Surakarta belum memiliki kebijakan pelarangan iklan, promosi dan sponsor rokok,” kata Shoim yang juga menjabat ketua Yayasan Kakak Solo.

Shoim percaya, masih banyak daerah lain di Indonesia yang juga ingin menjadi Kota Layak Anak Paripurna, tetapi kami di daerah masih menunggu regulasi pengendalian tembakau yang kuat untuk menjadi panduan dalam membatasi serbuan iklan rokok massif yang menyasar anak dan remaja sebagai target,” tambahnya.

Agusman KS, Ketua Yayasan Balarenik memaparkan fakta tentang kondisi darurat perokok anak karena lembaga yang ia pimpin memang menangani rehabilitasi kepada anak yang kecanduan merokok. “Kondisinya memang sangat mengkhawatirkan, karena perlu penanganan yang semaksimal mungkin kepada anak-anak yang sudah kecanduan merokok agar mereka dapat lepas dari adiksi rokok,” ujarnya.

Sejak tahun 2016 Yayasan Balarenik melakukan rehabilitasi sosial anak korban penyalahgunaan NAPZA. Sampai saat ini sudah lebih dari 600 anak, hampir semuanya anak2 dari keluarga dhuafa. Lebih dari 90% berawal dari perokok aktif. Karena itu Agusman menegaskan lebih baik melakukan pencegahan secara dini dengan memastikan anak tidak merokok. “Karena itu memang sangat dibutuhkan peraturan yang kuat yang melarang iklan rokok dan penjualan rokok batangan untuk melindungi anak dari mudahnya mengakses rokok,” tegas Agusman.

Lisda Sundari, Ketua Lentera Anak, menegaskan revisi PP 109/2012 sangat penting untuk mengatur pelarangan iklan rokok secara total dan menaikkan harga rokok setinggi-tingginya agar tidak terjangkau anak. “Sangat mustahil untuk menurunkan prevalensi Perokok Anak bila tidak ada komitmen Pemerintah untuk membuat Regulasi tembakau yang kuat dan tegas. Disinilah urgensi mengapa revisi PP 109/2012 sangat penting untuk melindungi anak,” tambah Lisda.

Lisda menjelaskan proses revisi PP 109/2012 seharusnya dilakukan pada 2018 lalu atau sesuai Keppres No. 9 tahun 2018. Namun hingga saat ini proses revisi tidak jelas dan terindikasi melambat. “Terus tertundanya pembahasan revisi PP mengindikasikan Menteri Kesehatan tidak serius melakukan upaya pencapaian target penurunan perokok anak. Padahal Bappenas memproyeksikan pravelensi perokok anak  usia 10-18 tahun akan meningkat menjadi 16% pada 2030 bila tidak ada upaya dan komitmen yang kuat dari seluruh sektor,” pungkas Lisda.

Demikian siaran pers ini disampaikan.

Info lebih lanjut dapat menghubungi Iyet, Media Relations Lentera Anak di alamat email iyet@lenteraanak.org

Tentang Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak

Aliansi Masyarakat Sipil Perlindungan Anak untuk Darurat Perokok Anak adalah gabungan 57 lembaga/organisasi pegiat perlindungan anak yang memiliki visi yang sama untuk mendorong terwujudnya negara demokratis yang ramah anak, melalui pembuatan kebijakan yang kuat dan tegas untuk  melindungi anak dari paparan adiksi rokok dan dampak rokok.

LAMPIRAN

DAFTAR NAMA ALIANSI MASYARAKAT SIPIL PERLINDUNGAN ANAK UNTUK DARURAT PEROKOK ANAK

  1. AMKRI
  2. Gagas Foundation
  3. IISD
  4. Jerami Solo
  5. JP3T
  6. KePPaK Perempuan (Kelompok Peduli Penghapusan Tindak Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak)
  7. KERLIP
  8. Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen Medan
  9. Lembaga Konsumen Yogyakarta
  10. Lembaga Perlindungan Anak Bali
  11. Lembaga Perlindungan Anak Batam
  12. Lembaga Perlindungan Anak Depok
  13. Lembaga Perlindungan Anak DKI Jakarta
  14. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  Lampung Barat
  15. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  Lampung Timur
  16. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  Majalengka
  17. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  Pringsewu Lampung
  18. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  Riau
  19. Lembaga Perlindungan Anak Indonesia  Tanggamus Lampung
  20. Lembaga Perlindungan Anak Jawa Barat
  21. Lembaga Perlindungan Anak Jawa Timur
  22. Lembaga Perlindungan Anak Kab.Kendal
  23. Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Cirebon
  24. Lembaga Perlindungan Anak Kabupaten Garut
  25. Lembaga Perlindungan Anak Kalimantan Tengah.
  26. Lembaga Perlindungan Anak Kota Jambi
  27. Lembaga Perlindungan Anak Kota Mataram
  28. Lembaga Perlindungan Anak Kota Pekanbaru
  29. Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Barat
  30. Lembaga Perlindungan Anak Nusa Tenggara Timur
  31. Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Selatan
  32. Lembaga Perlindungan Anak Sulawesi Utara 
  33. Lembaga Perlindungan Anak Sumatera Barat
  34. Lembaga Perlindungan Anak Sumatera Utara
  35. Lembaga Perlindungan Anak Tuban
  36. Lembaga Perlindungan Anak Tulungagung
  37. Lembaga Studi Kemasyarakatan dan Bina Bakat - Masyarakat Madani Indonesia
  38.  MPPS-FKKS Solo 
  39. Pattiro Surakarta (Pusat Telaah dan Informasi Regional Surakarta)
  40. PAUD/KBde DAUN
  41. PKBM BIDIK MANDIRI SOLO
  42. Ruandu Foundation
  43. Social Analysis and Research Institute (SARI) SOLO
  44. SPEK-HAM Surakarta (Solidaritas Perempuan untuk Kemanusiaan dan Hak Asasi Manusia)
  45. TRC PPA TUBAN
  46. ULT PSAI (Unit Layanan Terpadu Perlindungan Sosial Anak Integratif)
  47. YAPSI
  48.  YATERI (Yayasan Terang Anak Indonesia)
  49. Yayasan Balarenik
  50. Yayasan Global potensi
  51. Yayasan Grasvirindo
  52. Yayasan KAKAK
  53. Yayasan Lembaga Bantuan Konsumen (YLBK) Majalengka 
  54. Yayasan Pusaka Indonesia
  55. Yayasan YAPHI Surakarta
  56. YKAI
  57. YPMA/Fikom Unisba

Share this Post:  

Link Terkait:

Comments